27.8.13

Awe-gust!

Bulan Agustus ini sedang banyak diisi oleh harap-harap cemas dan kawan-kawannya. To-do-list yang padat pada akhirnya semua mentok di perempat awal perjalanan, deadline ini itu menghimpit karena didesak (kewajiban) libur lebaran, jerawat layaknya mantan kekasih yang pergi dengan meninggalkan bekas dimana-mana (ups!), pulang kampung disambut bisikan-bisikan leluhur soal masa depan, gegap gempita perayaan HUT Indonesia raya yang semakin kesini semakin terasa hambar.

Ya inilah bulan Agustus yang bikin terperangah. Awe-gust!

Di minggu pertama sudah harus salto, jungkir balik, tiger sprong, roundhouse kick, demi meminimalisasi jumlah PR kantor pasca lebaran. Di minggu kedua dilanda wabah malas keluar rumah karena transisi capek kerja dan euforia libur kemudian berangkat mudik naik mobil makin akut-lah penyakit malas bergerak. Di minggu ketiga raga terasa hanya setengahnya yang terisi ruh karena tepat pagi hari sampai di rumah dari mudik, pagi itu juga langsung berangkat ke kantor. "Welcome back, my dear", kata monitor di meja saya mencemooh hari itu. Lalu di minggu penutup ini mendadak wabah malas hadir lagi karena gajian lebih awal, bos keluar negeri selama satu bulan kedepan, sementara ombak kerjaan (alhamdulillah) sedang tenang. Seperti hari ini, saya (izin) menulis di sela-sela jam kerja.

Ya seperti kata orang bijak, hidup itu perihal pasang surut. Saya bersyukur sekali bisa menjalani pasang surut semuanya ini dengan kewarasan walau hanya kulit luar. Kenyataannya, kita butuh sedikit kegilaan untuk tetap bertahan hidup di dunia.

halaman pertama jurnal saya.
seperti mengajak untuk bermalas-malasan ya?

Ah di perjalanan pulang ke rumah dari mudik, ada satu momen yang ingin saya rasakan lebih lama. Waktu itu setelah berjam-jam badan ditekuk di dalam mobil, luar biasa jenuh, saya mampir beli wedang jahe di sebuah jalan besar di Solo. Anginnya kencang dan dingiiiiiin, padahal musim panas. Wedang jahe hari itu laksana air suci yang dinantikan sekian lama. Tempat jualannya hanya warung tenda temporer yang biasa beroperasi setelah matahari terbenam. Satu gelas besar cukup 2500 rupiah saja. Manis dan hangat. Rasanya semakin manis kalau ingat tawa renyah mas yang melayani sambil menerjemahkan kembali kata-katanya sendiri dalam bahasa Indonesia setelah tahu saya tidak paham bahasa Jawa. Kalau kata John Denver di Annie's Song, "you fill up my senses, come fill me again". Oke oke, lagu itu saya dedikasikan untuk mas warung yang sama manisnya dengan wedang jualannya.

Hal-hal sederhana seperti tawa seseorang atau sajian manis bisa menarik kembali kewarasan kita dari tekanan keseharian yang super ruwet. Saya rasa tidak ada salahnya mengikuti pasang surut yang ada dengan menjadi sedikit gila, tapi coba untuk sepenuh hati tetap bersentuhan melalui indera yang kita punya agar bisa kembali tenang. Mari kita nikmati ayunan ombak dunia dan selamat menyambut September!

No comments: