4.7.16

Ulang Tahun, Tahun yang Tak Berulang

Cepat ya waktu berlalu. Seketika ganti kalender, seketika tengah tahun, seketika tambah lagi angka usia..
Bahkan seketika-seketika ini berdampak ke Ayah saya yang baru-baru ini lupa putrinya sudah umur berapa :D

Mengamati atau tidak, kita jadi saksi perkembangan yang ada di sekeliling kita. Layaknya kerabat yang kaget melihat keponakan atau anak teman yang pertama bertemu masih susah jalan tiba-tiba bertemu lagi sudah centil, kita lebih (mudah) melihat 'perkembangan' orang lain dibanding diri sendiri. Memberi penilaian terhadap diri sendiri itu sulit. Makanya sering kali kita terkecoh dengan omongan orang lain. Jeleknya kalau lagi sensitif, hilanglah tingkat kepercayaan diri. Saya pun jatuh bangun mengingatkan diri sendiri untuk lebih percaya terhadap diri sendiri. Yang sedang kita perjuangkan, yang sedang kita lawan, hanya kita yang tahu. Betul?

Banyak teman yang perkembangannya bisa saya ambil sebagai contoh. Ada yang membebaskan diri secara spiritual, ada yang mengikat diri tunduk lebih dalam pada apa yang dia percaya, ada yang berlayar jauh berpetualang, ada yang memutuskan mantap berkomitmen maka dia berlabuh. Dari bermacam alur hidup yang sedang mereka jalani, bukankah ini bisa jadi satu bundel materi yang baiknya dimanfaatkan? Gula-gula itu manis, menyenangkan, tapi kurang bermanfaat bagi tubuh. Sayur mayur sebagian tidak ada rasanya, sebagian pahit, namun berguna demi kesehatan. Kenyataannya, sesekali mengunyah gula-gula tidak dilarang. Menambah semangat dan kebahagiaan.

Kalau melihat ke perkembangan diri, mungkin tanpa disadari banyak yang mau tidak mau sudah atau sedang kita ubah. Hmm kalau dulu tidak begitu jadinya sekarang seperti apa ya? Bagaimana hasilnya nanti ya kalau saya mengambil pilihan ini?


Mashumaro Ecchi, karya Ryuuki Ryoh

Pesan yang luar biasa ya! Jangan kaget kalau saya bilang ini diambil dari komik dengan plot cerita yang vulgar. Genre-nya saja matureecchi XD Ini juga tergolong dalam perkembangan diri lho. Boleh baca yang aneh-aneh demi pengetahuan. Haha alasan!

Mari terus belajar! Perbanyak melihat, mendengar, mengamati, (kalau bisa bertanya lebih baik) lalu menyaring, dan jadikan sebagai bekal saat nanti mengalami. Momen ulang tahun akan datang setiap tahunnya, tapi logikanya 'keadaan' kita tidak akan sama seperti tahun sebelumnya. Saya percaya siklus semesta ini berjalan dengan adil. Soal berapa lama kita hidup tidak ada yang tau, tapi keyakinan kita sama kan, kalau makan gula-gula terus bisa bawa penyakit.

19.4.15

GTF - Jakarta House

Georgetown Festival (GTF), sebuah event seni tahunan yang diadakan di Georgetown, Penang, Malaysia. Acara yang amat sangat menyenangkan bagi para penikmat seni, termasuk saya. Bayangkan sebuah kota dipenuhi dengan rangkaian pertunjukkan seni selama satu bulan penuh :D

Langit cerah, restu alam semesta.

Terinspirasi oleh Singapore House (SH) yang sudah tampil lebih dahulu di GTF 2013, kali ini Jakarta juga mau unjuk gigi dengan Jakarta House (JH). Kami tim JH sangat bersyukur karena kali pertama ini banyak kemudahan kami dapatkan, khususnya fasilitas yang diberikan oleh pihak China House (CH), lokasi pop-up shop JH berada selama dua pekan awal. Penginapan yang unik, pekerja di CH yang ringan tangan, suasana kota yang hangat. Dua pekan selanjutnya kami pindah lokasi, masih satu area di CH sih tapi bukan ruangan eksebisi karena harus gantian dengan SH.

China House, galeri sekaligus retail.
Dilengkapi kedai juga lho!

Jakarta House team.




 Barang-barang 'dagangan' saya. Amanah dari kantor :)

Walaupun pameran ini berlangsung selama satu bulan, waktu yang saya punya disana hanya 4 hari untuk persiapan pameran. Dengar-dengar sih banyak turis yang mengincar acara penutupan karena puncak keseruan GTF ada saat itu.

 Semua yang datang ke Georgetown pasti foto-foto seperti ini.

Ada cerita menyenangkan saat makan malam terakhir! Tidak punya arah tujuan, kami berjalan kaki dari penginapan sampai ke tengah kota. Sambil lihat kiri kanan pilih pilih mau makan dimana, akhirnya kami berhenti di Love Lane. Nama jalannya menggoda sekali ya :D Di jalan ini berdirilah Micke's Place (MP). Tempatnya unik karena dinding interiornya penuh dengan coretan tangan para pengunjung.

Everything is good in the end. If it's not good it's not the end :)

 Travel is the only thing you buy that makes you richer!

Saat sedang memesan makanan, saya ditodong paman penjaga MP untuk menggambar bebas. Senang sekali! Sekalian menunggu makanan datang, saya duduk manis dan menggambar ala kadarnya dengan fasilitas pensil warna dari si paman yang saya perhatikan selalu menyapa dan mengajak bicara setiap pengunjung yang datang.

Ini dia gambar tampak depan meja kasir di Micke's Place versi saya

Sekitar dua minggu setelah pulang, paman di MP mengirimkan foto gambar saya yang sudah dibingkai. Agak malu juga karena gambar yang pakai langgam suka-suka dan seadanya itu disandingkan dengan sertifikat Trip Advisor mereka. Kalau teman-teman makan di MP coba dilihat ya apa gambar saya in masih ada atau tidak. Haha!

Gambar Oliver dan Naja kece berat! Gambar saya jadi kaya gambar bocah SD.

GTF

Mengingat banyak sekali dokumentasi perjalanan menumpuk di dalam hard disk, saya luangkan untuk menghapus yang tidak diperlukan dan mengunggah yang dirasa bisa menularkan kebahagiaan.

Georgetown, sebelas dua belas penampilannya dengan Kota Tua Jakarta namun versi lebih penuh warna. Saya berkesempatan ke tempat ini untuk mengikuti acara tahunan Georgetown Festival (GTF) tahun lalu bersama beberapa pekerja seni dari Jakarta. Kami membuat pop-up shop di bawah nama Jakarta House (JH) yang dipelopori Mbak Anthy Hogestijn, pemilik Atreyu Lifestyle. Festival seni ini berlangsung satu bulan penuh dengan titik-titik pertunjukan tersebar di Georgetown. Bayangkan satu kota mendadak ramai pengunjung dan penuh petunjukkan seni selama satu bulan! Tidak ingin pulang!

 Ini dia tempat Tim JH menginap. Strait Collection Residence.
Kulit luarnya mengerikan ya?

Dan.. ini dalamnya! 
Di balik pintu hijau a la warteg tadi langsung kamar tidur (foto kanan)
dan di lantai dua ada satu kamar lagi (foto kiri).

Sebelum cerita lebih jauh soal GTF, tim JH, atau pop-up shop yang kami buat, saya ceritakan sedikit tentang tempat dimana GTF berlangsung. Saya suka sekali dengan detail, otomatis saya tertarik dengan gang-gang sempit, papan nama toko yang lucu, atau hal-hal kecil lainnya di tempat ini.

Georgetown terkenal dengan bermacam signage, plang, tulisan,
apapun itu istilahnya, yang menarik secara visual.

 Toko di dekat penginapan ini menjual kue-kue basah.

Dekorasinya seru!

Saya mampir untuk mencoba kue basah disini. Rasanya mirip dengan kue Indonesia.
Ya namanya juga cita rasa serumpun.

 Yang ini (katanya) tempat gaulnya anak muda: Mugshot.
Tempatnya menyambung dengan toko roti Rainforest.

Sama seperti tempat saya menginap, 
Mugshot ada di dalam tipikal bangunan tua yang 'didandani'.

 Karena saya tidak minum kopi, yoghurt buah kiwi jadi pilihan
untuk menutup sarapan roti isi salmon.

Tipikal kafe mungil dengan tampilan imut ada dimana-mana.
Manusia impulsif dilarang beredar di area ini. Bahaya :D

Namo amitabha. Buddha is everywhere, even (as sticker) on my backseat.
Saya yang sedang belajar Buddhism ini serasa ditemani Buddha disana.

Lorong-lorong yang sarat isi: ada kuil kecil dan bengkel furniture.
Tersesat pun jadi menyenangkan. 

 Bisa tidur siang di perempatan ramai seperti ini merupakan
indikasi bahwa tempat ini nyaman bagi warganya.

Salah satu becak yang 'didandani'. Mejeng sebelum tempur.

Saat itu ada sekelompok wisatawan dengan seragam mencolok.
Sangat menambah kemeriahan kota.

Saya ingat betul keberangkatan saat itu penuh was-was karena tidak lama setelah beli tiket Malaysia Airlines (MA), kecelakaan MA yang kedua kalinya terjadi. Bahkan mayoritas tim JH pilih Air Asia. Ya rencana Tuhan siapa yang tahu, toh saya dapat langit yang cerah dan bulan yang indah selama perjalanan.

Sendirian di perjalanan itu membuat kelima indera jadi super tajam.
Istilahnya adalah sentimentil XD

Kukis gratisan dari MA ini lucu sekali kemasannya.
Bergambar peri hutan (mori=hutan dalam bahasa jepang)
dilengkapi puisi yang.. duh, seperti mantra dari dunia lain!

Cerita mengenai pop-up shop untuk GTF akan saya tampilkan menyusul. Sambil beberes isi hard disk :)

25.9.14

Pemberontakan, Kudeta, atau Revolusi? -Karimun Jawa 2009

Berlebihan ya pemilihan judulnya, namun itulah yang terjadi di tahun terakhir kuliah saya, pemberontakan terhadap Ibu saya sendiri. Sejak kecil saya ini anak rumahan. Anteng, kutu buku, tidak pernah main sampai baju kotor, apalagi pulang terlambat, bahkan jatuh dengan luka di badan.

Di suatu masa tenang, saya nekat ikut Reef Check Karimun Jawa, acara tahunan Marine Diving Club Universitas Diponegoro. Lho acaranya positif kan? Kenapa perlu kenekatan? Haha jelas karena saya tidak bisa berenang! Ibu saya marah besar karena tiba-tiba saya menelepon meminta izin sementara saya sudah ada di stasiun, siap naik kereta menuju Semarang. Alhasil naik kereta sambil mata bengkak. Sepanjang perjalanan isi hati tidak karuan (walau kenyataannya sampai lokasi langsung senang-senang haha!).

Selamat datang! Naik kapal, lepas sandal, leyeh-leyeh!

Para peserta pastinya dapat seragam.
Logo diver di lengan kanan buat keki, soalnya saya jadi-jadian.

Salah satu kapal yang dipakai selama disana,
dengan fitur tambahan tempat bobok siang di dalam.

Ini kali pertama saya berenang di tengah laut, loncat dari kapal, tanpa pelampung, di atas gugusan terumbu karang yang cantik. Saya percaya saja dengan orang-orang yang bilang kalau berenang di laut jauh lebih mudah dari di kolam renang. Kenyatannya memang begitu sih, apalagi dibantu kaki katak. Tidak perlu yang namanya pelampung! Lagipula di sekitar saya banyak yang akan menolong kalau saya kenapa-kenapa (polos dan bodoh memang beda tipis).

Looking at the same sky, wishing on the same stars,
and swimming on the same sea!

Oh ya kembali ke perihal kudeta, pesan moral untuk diingat baik-baik adalah restu orangtua itu restu Tuhan. Berhasil membuat Ibu saya resah, rasanya Tuhan kurang 'melancarkan' acara saya ini.

1. Dari tiga hari melaut, cuma hari pertama saya bisa ikut turun ke air. Ya ya diluar dugaan 'datanglah si bulan'. Dua hari di tengah laut itu saya cuma (sok) sibuk foto-foto. Mati gaya! Lama peserta turun ke laut biasanya sekitar satu sampai dua jam per spot. Sementara dalam satu hari bisa pergi ke dua sampai tiga spot penyelaman. Kebayang kan jenuhnya?

Diver sejati super sibuk. 
Melakukan pengamatan & pendataan biota laut setempat.

11-12 seperti anak itu. Karena jobless, saya hanya geletakan di deck.
Mau manusia, mau barang, siapa saja, di mana saja, silakan geletakan.

2. Di hari ketiga melaut, badai datang! Pertama kalinya saya mengalami badai di tengah laut, di dalam kapal kecil pula! Ombak tinggi, langit gelap, hujan deras turun. Acara penyelaman otomatis dihentikan. Saya ingat betul teman-teman yang masih di dalam air ditarik dengan tali ke permukaan karena terbawa ombak. Jangkar diturunkan sementara kapal dalam keadaan 'terparkir' terombang ambing ke segala arah selama beberapa jam. Semua penumpang terdiam dalam udara dingin campur rasa lapar campur bau m**tah. Maklum karena kapal yang saya naiki kapal kecil, rasa diayun-ayunnya sangat 'menghanyutkan'. Korban (mabuk laut) pun berguguran.

JASA LAUT. Jasamu memang luar bi(n)asa!

3. Dapat oleh-oleh kulit hitam, bahkan terhitam dalam sejarah kehidupan saya. Paling ekstrim itu ada di ujung hidung. Saat mengelupas, kulit yang baru warnanya putih. Efeknya sungguh tragis seperti panu di wajah XD Dan legamnya kulit ini baru hilang setelah beberapa bulan.

Selamat! Berhasil mengalahkan Nicky Minaj, kalah telak!

Saya tidak pernah cerita soal 'sentilan' dari Tuhan ini ke Ibu saya. Cukup saya yang tahu (biar gak malu juga sih). Kemungkinan besar nanti akan saya ceritakan ke anak saya agar dia tidak seperti saya-bisa berenang maksudnya-dan sekali lagi, pesan moralnya adalah restu Orangtua itu restu Tuhan.

Tulisan di balik dinding ruang kemudi yang selalu silau:
Ya Allah, lindungilah sepanjang pelayaran kami. Amin.

20.9.14

The Power of Strangers

Pernah merasa sangat sangat sangat butuh untuk curhat tapi merasa orang-orang terdekat seperti sahabat bukanlah tempat yang tepat? Saat dimana kamu begitu dewasa, bijak, kuat, mampu menguasai diri sehingga segan untuk berkeluh kesah tapi memendamnya hanya akan membuat hari-hari makin kelabu.

Saran dari saya, mungkin kamu butuh 'orang asing' :)

Saat menjalani salah satu fase buruk yang pernah ada (semoga tidak terjadi lagi, amiiin!) entah ya, tidak seperti biasanya, waktu itu sulit sekali untuk menangis. Saya sadar saya kecewa, tenggelam dalam kemurkaan, benci segala sesuatu yang saya miliki juga yang tidak saya miliki, namun saya tidak berhasil untuk mengekspresikan itu semua dengan sewajarnya. Saya berharap dapat berlari ke arah sahabat-sahabat saya, berteriak keras, mungkin menyebut daftar panjang anggota keluarga kerajaan animalia, atau menangis meraung-raung di dalam pelukan mereka. Kenyataannya saya malah tertawa, menertawai fase tidak menyenangkan itu, lalu menghela napas layaknya orangtua mengingat kenakalan masa kecil anaknya yang sudah dewasa.

Sebagai manusia normal, saya butuh kantong muntah untuk rasa mual yang sedang saya tahan ini. Dan saya mendapatkan kantong tersebut di waktu yang tidak terduga. Orang asing itu datang seperti utusan Sang Pencipta untuk menyerahkan 'kantong muntah' tadi. Orang asing itu seorang supir taksi.


Saya tidak nyaman diajak ngobrol oleh orang asing di tempat yang ramai, rasanya bubble space saya terusik. Tapi lain halnya kalau di tempat tersebut hanya ada kami berdua-saya sendirian dan orang asing itu sendirian. Aneh memang, tapi otomatis bubble space saya pecah untuk mempersilakan manusia lain yang sendirian tersebut mendekat :)

Hari itu saya naik taksi menuju bandara, waktu yang cukup panjang untuk bertukar pikiran karena bandara Soetta rasanya seperti ada di ujung pulau Jawa. Diawali dengan obrolan ringan seputar pekerjaan (karena saya naik taksi dari kantor), mau kemana naik pesawat (karena tujuan taksinya ke bandara), sampai masa lalu Jakarta (karena hari itu Jakarta terasa begitu luas dan tidak ada habisnya). Dari topik tersebut, pembicaraannya semakin akrab dan menyentuh area privat :D Pak supir bercerita tentang dirinya, blak-blakan, masa-masa gelap yang pernah dia lalui, masa-masa hidup tak mampu mati pun segan. Melihat orang yang ada di dekat saya dengan anggun meruntuhkan blokade sekelilingnya, saya pun melunak, melakukan hal yang sama, perisai yang saya pegang erat sejak lama saya letakkan di tanah.

Samar-samar saya ingat, pak supir bilang, 'jangan ragu untuk bercerita, toh kita sama-sama tidak kenal, mungkin ini akan jadi pertemuan yang pertama dan terakhir, tidak akan ada yang dirugikan dalam hal berbagi tentang kehidupan'. Benar juga, berpuluh-puluh kali naik taksi, atau mungkin sudah lebih dari seratus kali, belum pernah saya temui supir yang sama. Saya pun berani menceritakan hal buruk yang saya alami. Saya pun berhasil menangis :) Oooh untungnya wajah kami tidak berhadapan jadi saya menangis dengan suka cita.


Dari pak supir, saya dapat banyak hadiah. Segala nasihat, anjuran, semangat, angin segar, semuanya saya syukuri. Turun dari taksi, mata sembab parah tapi hati penuh semangat! Sambil berjalan ke dalam bandara, saya bertanya-tanya, momen yang barusan saya lalui itu terasa seperti mimpi singkat. Apa supir taksi tadi benar-benar 'ada' ya? Semoga pak supir dimanapun dia berada selalu dilancarkan urusannya. Sejak itu, saya senaaaaaang sekali kalau naik taksi yang supirnya 'murah berbagi' :) Seru! Seperti isi buku Taxi Driver Wisdom atau Black Cab Wisdom. Penuh quote yang bisa membuat tersenyum simpul atau manggut manggut sendiri. Bedanya, isi TDW dikumpulkan oleh penumpang atas kata-kata mutiara yang didapatnya dari para filsuf jalanan-supir taksi, sementara isi BCW dikumpulkan oleh seorang supir taksi atas kata-kata mutiara yang dia tanyakan pada penumpang mobilnya.


Oh ya.. Sedikit terbersit dalam pikiran, mungkin ini alasan mengapa ada yang menyukai one night stand. Kamu merasa mendapat hak istimewa untuk tidak harus menjadi diri sendiri. Bebas dari belenggu. Haha!

3.6.14

Ke+Sederhana+An

Seringnya, yang direncanakan jauh hari dan masak-masak begitu mudahnya batal. Lucunya, yang tiba-tiba lewat bimsalabim tanpa perlu pikir njelimet, kun fayakun ("jadilah!" lalu jadilah ia). Seperempat abad lebih saya hidup, kejadian sederhana macam ini sering sekali saya alami.

Ya begitulah, tiba-tiba saya ada di Yogya. Pergi main ini karena permintaan teman sekantor yang rindu Yogya, mau cari angin segar (padahal puanaas), coba-coba makanan baru (seringkali makan di tempat lama atau karena kemalaman jadinya malah back to nature: McD), dan jalan-jalan (kenyataannya tidak ada jalan kaki karena naik kendaraan terus). Tapi setiap kedatangan ke sebuah tempat walau bukan untuk yang pertama kalinya pasti menghadirkan sesuatu yang spesial. Jadi di malam terakhir disana, ombak haru sentimentil menerjang saya. Seperti biasa, malam berangin, butuh yang hangat, oke~ waktunya jajan wedang! Saat duduk menanti wedang diracik, ada pemandangan yang membuat dada saya membuncah. Reflek saya bangun dari kursi plastik milik penjual wedang untuk melihat lebih dekat dan mengambil gambar.

Becak penuh ro-man-ti-ka!

I want to love you simply - Sapardi Djoko Damono.

Oh oh siapa yang tidak kenal puisi Aku Ingin milik Sapardi Djoko Damono?! Setidaknya merasa akrab saat mendengar kalimat tadi. Versi alih bahasa di becak itu memang kalimat pertama puisi yang aslinya dalam Bahasa Indonesia: aku ingin mencintaimu dengan sederhana. Ih~ supir becaknya super gaul pakai versi boso inggris! Angkat topi untuk beliau yang begitu artistik! Sayang supir becaknya sedang tidak di tempat saat itu jadi becaknya saya foto sendirian.

Saya pikir-pikir (sambil menyeruput wedang), penggalan puisi itu memang cocok untuk suasana di Yogya. Juga suasana hati saya. Kesederhanaan selalu membuat saya rindu. Baik itu teman, tempat, ataupun suasana. Well, wise man said simplicity is the key to happiness. Saya setuju :)

25.5.14

Manis di Bibir

Pasti reflek melanjutkan judul di atas dengan "..memutar kata", iya kan? Haha baiklah baiklah kali ini saya ingin bercerita sedikit tentang indahnya berinteraksi.

Hidup sebagai makhluk sosial, tumbuh di kota besar yang padat penduduk, bergelut di bidang jasa dan pelayanan, ketiganya sering membawa saya ke fase terluka karena orang lain, fase sakit hati. Tidak jarang saya menelan ludah dan senyum pahit kalau mendapati kata-kata pedas dari orang lain. Dan karena tahu sudut pandang saya di adegan itu tidaklah enak, saya selalu ingat untuk tidak memposisikan orang lain untuk berdiri di 'sepatu' saya. Walaupun orang itu jelas-jelas salah. Toh saya juga kurang berbakat untuk marah-marah.

We must always speak sweet words with full of praises for others. Mentally we must cultivate compassion and loving kindness to all - Geshe Tenzin Zopa.

Saya pernah naik angkot dimana supirnya punya tata bahasa luar biasa indah. Ketika ada penumpang yang duduk di kursi selebriti (kursi tambahan yang menghadap ke belakang-red.) dia mengingatkan, 'mbak, masuk ke dalam aja, supaya semuanya terlihat lebih indah'. Saya yang duduk di belakang supir otomatis senyum lebar mendengar kalimatnya. Setiap ada penumpang yang turun dan membayar, dia selalu mengucapkan terimakasih. Lalu saat saya hendak turun dari angkot, saya yang plegmatis ini ditanya oleh si supir, 'mau turun sekarang juga disini atau nanti di depan?'. Saya jawab yang mana saja tidak masalah. Supirnya lagi-lagi jadi penyair dadakan, 'yang mana saja yang penting lebih indah ya? oke di depan saja'. Saya tidak bisa menahan tawa detik itu juga. Puji Tuhan!

© junaida

Anda boleh punya strata tinggi dalam pendidikan, Anda boleh punya kekayaan lebih di kehidupan, Anda boleh punya masa depan yang cerah dan menjanjikan, tapi saya rasa manusia seperti supir angkot ini akan dikelilingi lebih banyak cinta kasih dibandingkan dengan manusia yang memiliki aspek lain tadi-setidaknya dalam penilaian saya. Saya lebih memilih berada di dekat orang 'bawah' yang penuh kelembutan dibanding orang 'atas' yang penuh kemakmuran namun arogan.

Too often we are underestimate the power of a touch, a smile, a kind word, a listening ear, an honest compliment, or the smallest act of caring, all of which have the potential to turn a life around - Leo Buscaglia.

Setuju sangat! Saya pernah naik MRT di jam berangkat kerja yang mana selama perjalanan semakin penuh sesak. Posisi berdiri saya awalnya memang kurang bagus karena bawa tas besar. Dan posisi itu semakin lama semakin tidak karuan karena saya tidak sempat memperbaikinya. Setiap pemberhentian saya oleng terus. Sampai akhirnya ada seorang Ibu yang menawarkan untuk berpegangan ke dia. 'It's fine, just hold on tight', katanya sambil mengulurkan lengannya. Seperti adegan gentleman menawarkan lengannya untuk diapit seorang lady. Sepanjang perjalanan, saya pun kikuk berpegangan di lengan Ibu tadi.

© junaida

Kalau sudah mengalami kejadian seperti ini hati saya langsung sibuk berdoa. Semoga, semoga, semoga, orang-orang ini selalu dalam lindungan Tuhan :) Amiin. Saya yakin, keseharian kita yang sering berpapasan dengan orang asing ini membuat kita bersinggungan dengan mereka. Interaksi yang dihasilkan bisa positif bisa juga tidak. Ini pilihan. Saya berharap setiap orang yang saya temui tidak ada yang ngedumel gara-gara saya :p Mohon saling mengingatkan, tentunya mengingatkan dengan tutur kata yang manis.

Unmistaken Child - Movie

Film dokumenter yang pernah saya lihat rasanya bisa dihitung dengan jari, sebelah tangan cukup. Mungkin penyebabnya karena film dokumenter punya kecenderungan seperti acara berita di televisi: naratif dan membosankan. Namun di hari Minggu yang cerah ini saya menghabiskan tidak sampai dua jam saya setelah makan siang dengan Unmistaken Child. Saya sama sekali tidak merasa film ini bergenre dokumenter. Sama sekali tidak :) Garis besar film ini sudah dijelaskan gamblang dari tagline posternya. A Tibetan monk's search for the reincarnation of his beloved teacher.

"Quite fatty fatty and quite small",
kalimat favorit saya ada di menit 11:14 film

Saya sangat menikmati film ini, rasanya seperti menonton perjalanan emosi seorang bhikku (biksu) sepanjang film. Rasa kehilangan, kesepian, keraguan, keputusasaan, semua dilewati demi dedikasi atas sebuah harapan. Lalu kedekatan emosional antara manusia, antara yang pergi dan yang ditinggalkan, antara yang mencari dan yang ditemukan. Bukan sekedar percintaan remeh yang biasa saya nikmati di film manapun (termasuk kehidupan sehari-hari). Semoga bukan karena saya yang terlampau sensitif soal beginian haha!

♥ ♥ 

Film ini evokatif, penuh 'kebetulan' yang indah, terlepas dari percaya atau tidak kita kepada sebuah siklus hidup bernama reinkarnasi. Tapi saya yakin, setelah menonton film ini kita semua akan terlarut dalam sisi magis yang ada. Kita semua akan dibuat berpikir kembali soal segala 'pertanda' yang membawa manusia pada jawaban besar. Apalagi ini sebuah film dokumenter, sutradaranya pasti juga was-was, ending seperti apa yang akan dia dapatkan.

Dulu & sekarang, aktor utama menggemuk (faktor umur ya, Oom?) dan si kecil mulai besar.
Photo courtesy of The Geshe Tenzin Zopa

Kemudian nilai plus lainnya, sajian pemandangan pedesaan yang 'oooooh~' ingin rasanya terhempas kesana. Saya penggemar berat countryside dan sejak kecil bercita-cita punya rumah di daerah pedesaan. Tenang, sederhana, dan membuat setiap yang tinggal disana merasa akrab.

Oh ya, kalau melihat trailer-nya, banyak adegan 'pencarian' di trailer tidak ada di full movie. Mungkin ini kebijakan dari sutradara agar yang menonton tidak bosan, khususnya spesies seperti saya yang mengantuk kalau menonton film dokumenter. Ohoho jelas, perjalanan sang bhikku yang direkam sekitar 4 tahun lamanya XD